MURABAHAH
Pembayaran atas transaksi muharabah dapat dilakukan
dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran
angsuran selama jangka waktu yang disepakati.
Dasar hukum Qs. Al-Baqarah : 275
"… Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba …"
1. Nasabah
mengajukan pembiayaan murabahah kepada bank syariah
2. Bank syariah dan
nasabah melakukan negoisasi. Poin negoisasi meliputi jenis, kualitas, dan harga
barang
3. Bank syariah
melakukan akad jual beli dengan nasabah. Dimana bank syariah sebagai penjual,
nasabah sebagai pembeli dan ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli
serta harga jual barang
4. Bank syariah
membeli barang yang ditentukan nasabah ke supplier
5. Supplier
mengirim barang kepada nasabah atas perintah dari bank syariah
6. Nasabah menerima
barang dan dokumen kepemilikan barang tersebut
7. Nasabah melakukan pembayaran kepada bank
syariah. Pembayaran lazimnya dilakukan oleh nasabah dengan cara angsuran.
Barang yang Boleh Digunakan sebagai Objek Jual Beli
1. Rumah
2. Kendaraan
Bermotor dan/atau Alat Transportasi
3. Alat-alat
Industri
4. Pembelian
Pabrik, gudang, dan asset tetap lainnya
5. Pembelian aset
yang tidak betentangan dengan syariah islam
SALAM
As-salam atau salaf[2]
adalah “jual beli barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan dimuka”
atau dengan kata lain “jual beli dimana harga yang dibayarkan dimuka sedangkan
barang dengan kriteria tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu”.[3]
Menurut fuqaha Syafi’iyah
dan Hanabilah[4] :
“Al-Salam adalah akad atas suatu barang dengan kriteria tertentu
sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang dibayarkan dalam majlis akad”.
Dasar Hukum Qs. Al-Baqarah : 282
" Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…."
Dalam
aHadist dijelaskan
Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw tiba di Madinah dimana mereka melakukan salaf untuk penjualan
buah-buahan dengan jangka waktu satu tahun atau dua tahun, lalu beliau bersabda
: “Barang siapa yang melakukan salaf hendaknya melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai pada batas waktu yang tertentu”.
Rukun Jual Beli Salam
a. Muslam (Pembeli)
b. Muslam ilaih
(Penjual)
c. Muslam Fihi
(Hasil Produksi/barang yang diserahkan)
d. Harga
e. Ijab Kabul
Syarat Jual Beli Salam
1. Pembayaran dilakukan
dimuka (kontan)
2.
Dilakukan pada barang yang memiliki kriteria yang jelas
3. Penyebutan
kriteria pada saat akad berlangsung
Skema Pembiayaan Salam bila dilakukan dengan Bank (disebut
Salam Paralel)
Jual beli Salam (Bayar di Muka) |
Keterangan :
1. Nasabah
melakukan negoisasi pesanan kepada bank syariah dan menjelaskan kriteria barang
pesanan yang sesuai keinginan nasabah serta penandatanganan akad oleh Bank dan
Nasabah
2. Bank syariah membeli barang dari
supplier/produsen dengan cara pesan. Lalu bank membayarkan sejumlah harga beli
yang telah disepakati
3. Setelah barang
tersedia, produsen mengirim dokumen kepada bank untuk pengambilan barang
4. Produsen
mengirimkan barang kepada pembeli atas perintah bank syariah
5. Pembeli
melakukan pembayaran kepada bank syariah setelah barang dikirim oleh produsen.
Keuntungan atas transaksi salam berasal dari perbedaan antara harga jual bank
syariah kepada pembeli dengan harga beli antara bank dan produsen
ISTISHNA’
Lafal
istishna’ berasal dari akar kata صنع ditambah alif, sin dan ta’ menjadi استصنع yang sinonimnya طلب منه ان يسنعه له artinya
meminta untuk dibuatkan sesuatu.
Wahbah Zuhaili
mengemukakan pengertian menurut istilah sebagai berikut: suatu akad beserta
seorang produsen untuk mengerjakan sesuatu yang dinyatakan dalam perjanjian;
yakni akad untuk membeli sesuatu yang akan dibuat oleh seorang produsen, dan
barang serta pekerjaan dari pihak produsen tersebut.[5]
Istishna’
adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria
dan persyaratan tertentu (misal: spesifikasi, model, jumlah/takaran, harga dan
tempat penyerahan barang yang jelas) yang disepakati dengan pembayaran, serta
cara pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Isthisna’
adalah akad yang menyerupai salam, karena bentuknya menjual barang yang belum
ada, dan sesuatu yang akan dibuat itu pada waktu akad ditetapkan dalam
tanggungan pembuat sebagai penjual. Hanya saja berbeda dengan salam karena:
1.
Dalam isthisna’ harga
atau alat pembayaran tidak wajib dibayar di muka;
2.
Tidak ada ketentuan
tentang lamanya pekerjaan dan saat penyerahan;
3.
Barang yang dibuat
tidak mesti ada di pasar.
Dasar Hukum dalam al Hadits dijelaskan :
عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ أَتَى رِجَالٌ إِلَى
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ يَسْأَلُونَهُ عَنِ الْمِنْبَرِ فَقَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى فُلاَنَةَ امْرَأَةٍ قَدْ سَمَّاهَا سَهْلٌ
أَنْ مُرِي غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلُ لِي أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ
إِذَا كَلَّمْتُ النَّاسَ فَأَمَرَتْهُ يَعْمَلُهَا مِنْ طَرْفَاءِ الْغَابَةِ
ثُمَّ جَاءَ بِهَا فَأَرْسَلَتْ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِهَا فَأَمَرَ بِهَا فَوُضِعَتْ فَجَلَسَ عَلَيْهِ *
Dari Abu Hazim, ia
berkata: Ada beberapa lelaki datang kepada Sahal bin Sa’ad menanyakan tentang
mimbar lalu ia menjawab: Rasululah saw mengutus seorang perempuan yang telah
diberi nama oleh Sahal, ” Perintahkanlah budakmu yang tukang kayu, untuk
membuatkan aku mimbar dimana aku duduk di atasnya ketika saya nasehat pada
manusia.” Maka aku memerintahkan padanya untuk membuatkan dari pohon kayu.
Kemudian tukang kayu datang dengan membawa mimbar, kemudian ia mengirimkannya
pada Rasululah saw. Maka beliau perintahkan padanya untuk meletakkannya, maka Nabi
duduk di atasnya. (HR Bukhari, Kitab al-Buyu’)
Rukun dan Syarat Istishna’
Rukun istishna’
menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul. Menurut jumhur ulama, rukun istishna’
ada tiga, yaitu:
1. ‘aqid, yaitu shaani’
(orang yang membuat/produsen) atau penjual, dan mustashni’ (orang yang
memesan/konsumen), atau pembeli;
2.
Ma’qud ‘alaih, yaitu
‘amal (pekerjaan), barang yang dipesan, dan harga atau alat pembayaran;
3.
Shigat atau ijab dan
qabul.
SHARF
Al-Sharf
secara bahasa berarti al-ziyadah (tambahan)
dan al-adl (seimbang). Sedangkan
menurut istilah fiqh, al-sharf “adalah
jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai”.[6]
Sebagaimana
fuqaha menyatakan bahwa kebolehan praktek al-Sharf didasarkan pada hadist,
yakni :
Rasulullah
bersabda “menjual emas dengan emas, perak
dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam
(apabila sejenis) harus sama (kualitas dan kuantitasnya) dan harus tunai.
Apabila tidak sama (jenis dan kualitasnya) maka jual-belikanlah sekehendakmu
secara tunai” (HR.Muslim)
Dalam
literatur klasik, pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan
dinar, dirham dengan dirham, atau dinar dengan dirham. Satu dinar menurut
Syauqi Ismail Syahatah (ahli fiqh dari Mesir), bernilai 4,51 gram emas. Menurut
jumhur ulama 1 dinar adalah 12 dirham dan menurut ulama Madzhab Hanafi, 10
dirham. Perbedaan harga dinar tersebut terjadi karena fluktuasi mata uang pada
zaman mereka masing-masing.
Menurut Tim
Pengembangan Institut Bankir Indonesia, Sharf adalah jasa yang diberikan oleh
bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut
prinsip-prinsip Sharf yang dibenarkan secara syari'ah. Al-Sharf sering disebut jual beli valas (valuta
asing).
Fatwa MUI berkenaan tentang
sharf
Pertama : Ketentuan Umum:
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak
untuk spekulasi (untung-untungan)
2. Ada
kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
3. Apabila
transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan
secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila
berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing
Kedua : Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing
1. Transaksi
Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk
penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling
lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya
adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari
dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ِمَّما لاَ ُبَّد مِنْهُ) dan merupakan
transaksi internasional.
2. Transaksi
Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan
pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24
jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya
adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari,
padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan
yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi
Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga
spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama
dengan harga forward. Hukumnya haram,
karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi
Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak
untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada
harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di: Jakarta. 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di: Jakarta. 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Nasrun Haroen, MA, Fiqh Muamalah, Tanggerang : Gaya Media Pratama, 2007
Ismail,MBA., Ak, Perbankan Syariah, Jakarta : Kencana prenada Media
Group, 2011
http://syiarislam.wordpress.com/2008/02/04/fatwa-mui-tentang-jual-beli-valas-valuta-asing-forex/ diakses tanggal
5/10/2011
- Tugas Makalah Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ( Dewi Sarah - 2013) -
[1]
Perbankan syariah, Drs. Ismail MBA., Ak
[2]
As-salam dan salaf mempunyai pengertian yang sama. Hijaz menggunakan istilah
al-salam sedangkan fuqaha Iraq menggunakan istilah al-salaf untuk jenis akad
yang sama.
[3]
Pengertian dari Wahbah al-Zuhaily yang mewakili fuqaha hanafiah
[4]
Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islaamiy wa Adilatuh, Juz 4, Dar Al Fikr, Damaskus,
cet. III, 1989, hal. 598-599
[5] Ibid hal. 631.
[6] Ibid hal. 636
Komentar
Posting Komentar